Seberapa Penting Merekam Jejak Diri? Simak, Yuk!

Dok.Pri

Bismillah...

Selamat pagi, siang, dan sore, para pembaca yang dirahmati Allah. Semoga hari ini Allah masih ukirkan senyum manis di bibirmu, kuatkan fisikmu, dan lembutkan hatimu meski masih #dirumahaja. 

Kali ini, aku mau sharing sedikit tentang Rekam Jejak Diri. Materi ini aku dapatkan ketika aku mengikuti Great Muslimah. Apa kamu sudah tahu apa itu RJD? Jika sudah, semoga bisa saling mengingatkan ya.. jika belum, semoga menjadi ilmu baru yang saling mencerahkan secerah mentari di matamu, hehe.. 

Sebelum masuk ke inti, aku mau cerita dulu ya. Ingat banget ketika dulu, zaman-zamannya SMP, aku mulai diperkenalkan Facebook sebagai sebuah media baru yang membuat penasaran. Belum begitu booming memang, namun itu sudah menarik perhatian kalangan anak SMP sepertiku yang masih mencari jati diri, lagi menikmati hidup katanya. Hehe..

Ketika itu, Facebook menjadi tempat curhat, tempat berbagi informasi (ini sedikit sih) dan kenangan momen terbaik, bahkan tempat untuk saling beradu nyinyir yang paling menyenangkan, mungkin. Apa kamu juga pernah merasakannya? Kalau pernah, fix kita sezaman hehe.. 

Waktu terus berlalu hingga trend Facebook itu sudah mulai tergeser dengan media-media baru seperti Twitter, Instagram, dan media sosial lainnya. Beberapa tahun setelah itu, iseng-iseng berhadiah, aku coba buka kembali Akun Facebook-ku dulu. Ketika kubuka dan scroll lagi ke paling bawah, banyak rasa yang hadir di hati lalu keluar menjadi beberapa ekspresi.

"Ya Allah, ternyata dulu aku sealay ini yaaa, huruf A masih pake angka 4, nulis Aku aja pake Akoe atau Aq gitu.." 

"Oh iya, ini aku tulis ketika aku nyindir temanku si A karena sesuatu. Duh, lebay yaaa sindir-sindiran malah di Facebook.. Dasar aku :D"

Sejenak ketawa-ketawa lalu tepuk jidat. Akhirnya aku putuskan untuk menghapusnya dan berniat tak akan aku posting kaya gitu lagi, ngga akan bersikap seperti itu lagi. Titik.
Aku mulai menelusuri lagi ke atas, pasca zaman kealayan dalam hidupku.

"Astaghfirullah, ternyata aku pernah pasang foto dengan si dia yang bukan mahromku. Ya Allah, maafkan aku."

Seketika, aku mengusap dada, menyadari betapa bodohnya aku saat itu, berani posting sesuatu yang bisa menjadi dosa jariyah alias dosa yang mengalir hingga sekarang kalau tak pernah kuhapus. Astaghfirullah, ampun ampun.. 
Kemudian, aku menemukan sesuatu lagi..

"Ya Allah, ternyata aku pernah sebijak ini yaa. Oh, ya, kalau tidak salah, ini aku tulis ketika aku sedih karena bla, bla, bla." 

Sejenak hatiku haru, mengingat satu momen di balik tulisan itu. Pikiranku menerawang pada kejadian yang pernah menimpaku dan kini semua itu sudah terlewati. Aku pikir tulisan itu bisa aku jadikan penenang ketika aku mengalami hal yang sama di masa kini. Bukan hanya ketika sedih, tetapi mungkin juga momen-momen menggembirakan yang pernah melatarbelakangi aku menulis kata-kata bijak di sana. 
Aku geser lagi ke atas..

"Ih ternyata aku pernah ikut ini dan itu, aku pernah juara ini dan itu, aku pernah begini dan begitu yaa.. Ini foto aku pas momen ini dan itu..."

Kali ini hatiku membesar seiring dengan prestasi yang pernah aku raih di masa lalu. Namun aku berpikir, dulu saja aku bisa, aku percaya diri, aku berani untuk melangkah dan berprestasi, tapi sekarang aku gimana ya? Aku menerawang ke dalam diri, kemajuan apa yang aku rasakan kini. Apakah lebih baik atau lebih buruk?
Lalu, aku mulai menelusuri lagi..

"Oh iya, ini.. Aku lupa pernah menulis ini, tapi sekarang aku malah ngga bisa melaksanakannya :("

Hatiku menangis, ternyata aku pernah menulis sesuatu yang mungkin sekarang aku lalai dalam melaksanakannya. Seharusnya aku bisa melaksanakan apa yang aku tulis. Alhamdulillah, aku diingatkan lagi untuk melaksanakan hal tersebut. 

Dan beribu-ribu catatan masa lalu lainnya yang terekam dalam sebuah media bernama Facebook. Mungkin kalau sekarang sudah bertambah lagi dengan media Twitter, Instagram, Blog, Youtube, Tumblr, Path, dan lainnya yang pada intinya media-media itu menjadi media merekam jejak diri. 

Yaps, rekaman jejak diri ini seperti halnya buku diary. Merekam jejak diri adalah mengabadikan setiap langkah yang pernah kamu lakukan dalam hidup kamu. Jika dulu medianya adalah buku diary, meski saat ini masih banyak, kok, yang menulis di buku diary, namun sekarang kebanyakan manusia merekam dirinya di media sosial. Bener gak? Aku yakin kamu juga begitu. 

Namun, tahukah kamu, seberapa penting merekam jejak diri ? 

1. Media mengekspresikan diri
Baik dengan tulisan, video, rekaman suara, maupun foto, ketika kamu posting di media manapun, sebenarnya kamu sedang mengekspresikan diri kamu. Sedih, senang, susah, sakit, kamu ingin berekspresi dengan keadaan yang kamu sedang alami. Dan itu bagus untuk dirimu. Kata Teh Febrianti Almeera, kita memang harus mengalirkan emosi kita, baik emosi positif maupun negatif agar tidak mengendap dan menjadi sesuatu yang buruk di diri kita. 

2. Media pengingat diri
Seperti kasus aku di atas dan apa yang aku lakukan sekarang, menuliskannya di sini. Tujuannya agar sebagai pengingat ketika aku lupa. Ketika aku lupa bahwa aku pernah bangkit dari sebuah masalah, lalu aku buka kembali rekaman diriku, itu mengingatkan aku bahwa jika aku dulu bisa, pasti sekarang juga bisa. 

Ketika aku lupa pernah menuliskan tentang sabar di instagram, aku diingatkan lagi ketika membacanya dan mengamalkannya lagi, karena aku sudah tahu bahwa Allah memerintahkan kita untuk melaksanakan apa yang telah diucapkan atau ditulis. Aku teringat selalu nasihat ayahku, "Kata-kata yang diucapkan saja, begitu mudah hilang dan sulit diralat karena tidak ada jejak, namun kata-kata yang kamu tuliskan masih bisa kamu ralat ketika salah dan tidak akan mudah hilang karena telah terikat." 

3. Media evaluasi diri
Ketika kamu berhasil merekam banyak hal yang terjadi dalam hidupmu, maka kamu bisa mengevaluasinya, sudah sejauh mana kamu melangkah? Sudah lebih baik atau justru sebaliknya? Sudah bermanfaat belum ya? Apa yang harus diperbaiki dan aku tingkatkan lagi? Apa yaa yang harus aku lakukan berikutnya agar tidak mengulang kesalahan yang sama? Apa yang harus aku ikhtiarkan untuk mengulang kembali masa-masa aku sekuat dan sehebat itu ya? Apakah aku sudah menyenangkan bagi orang lain? Sifat apa yang harus aku rubah ya? Dan sekelumit pertanyaan lainnya yang kamu peroleh dari rekaman jejak diri kamu. Dengan begitu, kamu akan terus ingat dan terus belajar dari masa lalu kamu sendiri. 

Begitulah pentingnya Rekaman Jejak Diri. Rekaman apapun dalam hidupmu pasti mengandung hikmah untukmu agar lebih baik di masa depan selama kamu belajar darinya. Istilah familiarnya adalah belajar dari pengalaman, belajar dari masa lalu.

Ketika kamu punya mimpi, tuliskan saja. Jangan takut! Kelak kamu akan terkejut melihat tulisan itu lagi ketika kamu berhasil mewujudkannya. Atau kamu akan diingatkan lagi ketika ternyata kamu belum bisa mewujudkannya. 

Ketika kamu mau menuliskan sesuatu di media manapun, tulislah jejak-jejak yang baik untukmu, karena itu akan jadi rekaman dirimu yang mungkin dilihat dan dicontoh orang lain. Malaikat memang mencatat setiap amalanmu baik amal kebaikan atau kejahatan, namun tulisannya kan gaib, kamu tak tau apa yang malaikat tuliskan tentangmu. Maka, rekaman ini penting, sedikitnya kamu bisa tahu apa saja yang sudah kamu lakukan, bisa menilai sudah baik atau justru buruk. Ini latihan menghisab diri sebelum kamu di hisab di yaumul hisab nanti. 

Masa lalu bukanlah masa yang murni harus dilupakan begitu saja. Ia memiliki sari-sari hikmah yang bisa kamu nikmati dengan cara yang lebih baik di masa depan.  - Dhiya Fauzia


Selamat membaca, semoga bermanfaat yaaa.. ^_^

Popular posts from this blog

Man Jadda Wa Jada

HijrahYuk! #4 Luruskan Niat

Mengapa Muslimah Harus Punya CIta-CIta?